KESIMPULAN DAN IKHTISAR


CERPEN
            Mulanya biasa saja. Fiona anak baru di kelas 5, mendekat tiga sekawan. Trisia, Meli, dan Rinda. Tiga sekawan yang selalau cerah ceria itu, menyambutnya dengan senang hati.
            Waktu istirahat, mereka belanja ke kantin. “Kalian jajan di kantin setiap hari? Kalau bawa bekal, aku tidak jajan di sini”, kata Fiona.
            “Yah, begitulah. Habis makanannya enak – enak, sih!” jawab Trisia.
            Fiona sangat terkejut, ketika dengan ringan Meli berkata pada Mbak Sumi, penjaga Kantin, “Semuanya Rp. 5. 300? Ini uangnya . Sudahlah , yang dua ratus nggak usah dikembalikan!”
            Setelah beberapa hari berlalu, ternyata sikap Rinda dan Trisia juga sama. Uang kembalian Rp. 50 atau Rp. 100 atau Rp. 200 tidak mau mereka ambil.
            Ada lagi yang membuat Fiona heran. Ketika pulang sekolah, ternyata tiga sekawan itu tak mau diajak naik bis. Mereka naik Bajaj atau naik Taksi. Padahal ada rute bis yang melewati rumah mereka.
            Lalu setiap harinya, ketiga sekawan selalau datang pagi – pagi sekali. Mereka tidak pernah mengerjakan PR Matematika, secara penuh. Kalau ada yang tidak bisa, mereka kosongkan jawabannnya, lalu menyalin dari jawabannya yang lain.
            Minggu berikutnya, ketika pulang sekolah, Fiona menyerahkan sepucuk surat pada tiga sekawan.
            “Maaf, ya, aku jalan duluan!” Kata Fiona. Dengan heran ketiga sekawan itu membuka surat, yang ditunjukkan kepada mereka. Beginilah isi surat itu.
            Trisia, Meli, dan Rinda yang baik. Maafkan aku, karena menulis surat ini. Sudah satu minggu aku bergabung dengan kelompok kalian. Awalnya aku terkesan, karena melihat kalian kompak dan selalu gembira. Namun, setelah kuamati, ternyata aku tak bisa bergabung, jika kalian tidak merubah beberapa hal yang kurang baik.
Sampai di sini Meli berkata,”Apa-apaan si Fiona? Tidak mau bergabung, ya sudah. Kita juga tidak butuh dia!”
“Sabar, sabar, kita baca dulu lanjutannya!” kata Trisia.
1.      Kalian tidak mengambil uangkembalian, bila belanja di kantin, kalian terlalu boros. Belum bisa cari uang, sudah menghamburkan uang orang tua kalian, yang bersusah payah cari uang.
2.      Kalian bisa naik bis, mengapa harus selalu naik taksi atau bajaj? Bukankah sebaiknya uangnya ditabung untuk keperluan lain ataumembantu anak yang kurang mampu?
3.      Kalian kurang berusaha membuat PR Matematika. Selalu menyalin jawaban soal yang sulit dari orang lain.
Maafkan  karena aku mengkritik. Sebenarnya aku senang bergaul dengan kalian. Tapi sebagai sahabat, tentunya akau tak bisa berdiam diri bila ada hal yang kurasa kurang baik. Kutunggu tanggapan kalian.

Salam,
Fiona

“Huu, ada-ada saja. Uang yang kita gunakan itu uang kita sendiri, kok Fiona yang repot? Soal PR, kalau kita tidak bisa, mau diapakan?” kata Meli. Nada suaranya kurang senang.
“Rupanya Fiona itu usil juga, ya. Apakah ia kurang mampu sehingga menuduh kita boros?” tanya Rinda.
Trisia menggelengkan kepala.
“Kalian tidak tahu, Fiona itu anak pengusaha besar. Tapi, ia dididik untuk hidup sederhana. Kurasa tegurannya itu ada benarnya. Justru selama ini tidak ada orang yang menasehati kita. Jadi, apa yang kita lakukan kita anggap wajar dan biasa,” kata Trisia.
“Jadi kamu mau menurutinya?” tanya Meli, “Kamu juga, Rinda?”
Rinda mengangkat bahu.
“Entahlah, kita rundingkan saja bagaimana baiknya,” jawab Rinda.
“Begini”, kata Trisia. “Pertama, soal uang kembalian. Aku rasa ada baiknya kita turutisarannya. Bila sehari kita tidak ambil uang kembalian Rp. 100, dalam sebulan artinya sudah Rp. 3000, bukan? Kita belum bisa cari ang. Jadi tak pantas kita royal begitu.”
            Kedua, soal naik bis. Naik bis beramai – ramai, kuras amenyenangkan juga. Orang tua kita pasti bisa lebih senang, bila kita nisa menghemat. Fiona yang kaya raya saja bisa naik bis, masak kita tidak bisa.
            Soal PR Matematika. Fiona cukup pandai. Kalu kita tidak bisa membuat PR, kita akan minta dia ajarkan. Pulang sekolah, kita teliti dulu di kelas, apakah ada soal yang kira – kira sulit. Lalu kita minta ajarkan caranya. Ingat, caranya, bukan hasilnya!” demikian penjelasan Trisia.
Aku masih ragu – ragu, apakah kritik Fiona itu memang pantas diperhatikan!” kata Meli.
“Kalau begitu jangan ikuti. Tanya pada Ibu atau Kakak. Bila menurut mereka, Fiona itu salah, ya tak usah ikuti saranku,” kata Trisia.
Begitulah, ketiga anak itu pulang ke rumah. Dan setelah mendengar nasehit dan pendapat dari orang tua masing – masing, esok harinya mereka sepakat merubah kebiasaan mereka.
Ketika Fiona datang, mereka menyambutnya.
“Terima kasih atas kritikanmu. Kami akan merubah kebiasaan buruk kami,” kata Trisia, “tapi kamu harus mengajari, bila kami mengalami kesulitan dalam pelajaran tu.”
“Oh, syukurlah. Kukira kalian akan marah dan tak mau berteman denganku lagi,” kata Fiona dengan gembira.
“Justru kami beruntung, kamu masuk dalam kelompok kami. Kata Ibuku, sahabat yang baik adalah sahaat yang berani mengkritik kawannya,” kata Trisia.
Begitulah yang terjadi. Mereka berempat bertambah akrab, baik dalam belajar atau bermain.



 
KESIMPULAN
            Ada sebuah jalinan persahabatan antara Trisia, Meli, dan Rinda. Mereka terlihat kompak sehingga Fiona ingin bergabung dengan mereka. Ternyata mereka mempunyai kebiasaan buruk, dan Fiona berusaha mengingatkan mereka dengan cara mengkritik. Mula – mula mereka tidak terima, tapi akhirnya mereka menyadari kesalahannya dan mau memperbaiki.

IKHTISAR
            Ada sebuah jalinan persahabatan antara Trisia, Meli, dan Rinda. Mereka terlihat kompak sehingga Fiona ingin bergabung dengan mereka. Ternyata mereka mempunyai kebiasaan buruk, dan Fiona berusaha mengingatkan mereka dengan cara mengirim surat yang isinya kritikan bahwa kelakuan mereka tidak baik. Mula – mula mereka tidak terima, tapi akhirnya mereka menyadari kesalahannya dan mau memperbaiki. Setelah itu mereka langsung akrab dengan Fiona. Dan mulai sekarang, mereka kan meminta untuk diajari   tugas – tugas yang sulit.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "KESIMPULAN DAN IKHTISAR"

Posting Komentar

Clock